Jakarta, CNN Indonesia —
Ketua DPP Partai NasDem Willy Aditya setuju jika harus ada rekonsiliasi usai Pilpres 2024. Namun, menurutnya, langkah itu bukan berarti ajang bagi-bagi kursi atau kekuasaan.
“Jadi rekonsiliasi harus kita jalankan karena obligasi kita bernegara dan berbangsa, dan yang kita urus adalah rakyat yang banyak, tapi bukan berarti bagi-bagi kursi,” kata Willy di NasDem Tower, Jakarta, Senin (15/4).
Willy menjelaskan dalam sistem demokrasi tidak dikenal oposisi. Istilah oposisi, kata Willy, dikenal dalam sistem parlementer.
Namun demikian, Willy menyatakan dalam demokrasi tetap dibutuhkan check and balances. Willy menilai check and balances itu penting dilakukan. Menurutnya, menjadi mitra pemerintah tak harus berada di dalam.
“Pemerintahan bisa berjalan secara efektif, itu ketika ada dinamika baik dinamika di DPR dinamika di civil society masyarakat. Jangan hanya yang kemudian menjadi oposisi ya parlemen jalanan. itu yang harus kita lihat,” ujarnya.
“Untuk mengurus rakyat yang banyak itu kan gak harus di dalam, tapi dengan menunjukkan beberapa political will yang sama, itu yang menurut saya partnership,” imbuhnya.
Sebelumnya, banyak pihak yang mendorong rekonsiliasi antar pihak pasca Pilpres 2024.
Upaya rekonsiliasi mulai terlihat dari kubu Prabowo. Mereka mengutus Ketua TKN Rosan Roeslani menemui Megawati.
Selain itu, Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad juga terus berkomunikasi dengan Ketua DPP PDIP Puan Maharani. Rekonsiliasi disebut akan ditandai dengan pertemuan Mega dengan Prabowo.
Dasco mengatakan rencana pertemuan itu masih dibahas. Dia belum bisa memastikan kapan perjumpaan akan terwujud.
“Ini kan kita komunikasi jalan terus. Ini MK tinggal beberapa hari lagi. Kita belum tahu apakah sesudah atau sebelum MK. Nanti tergantung hasil komunikasi,” ungkap Dasco di rumahnya di Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (11/4).
(yla/sfr)